Pada masa bulan suci Ramadan yang seharusnya dipenuhi dengan pemikiran mendalam dan kedamaian, masyarakat malah dibuat heboh oleh berita mengejutkan tentang kepergian Menteri Keuangan Sri Mulyani dari jabatannya usai perayaan Idul Fitri.
Walaupun pada akhirnya dia menyangkal berita itu, spekulasi ini masih menimbulkan diskusi yang cukup besar, terlebih ketika ekonomi Indonesia tengah mengalami tantangan serius.
Maka pertanyaannya adalah, bila pemberhentian diri memang terjadi, apakah ini merupakan tindakan yang bertanggung jawab mengingat beban hutang negara yang kian meningkat dan kondisi ekonomi yang masih tidak menentu?
Stabilitas di Tengah Gejolak
Kehadiran Sri Mulyani dalam tim kerja selama ini dinilai menjadi fondasi penting untuk menjaga ketentraman ekonomi. Berbekal pengetahuan yang luas, dia mampu mengamankan prinsip-prinsip keuangan publik dan menjamin bahwa perekonomian Indonesia dapat bertahan melawan bermacam-macam masalah global, termasuk krisis finansial tahun 2008, wabah virus corona, serta imbas ekonomi akibat perselisihan politik internasional.
Akan tetapi, dari sudut pandang lain, kebijakan utangnya menarik perhatian yang kuat. Mengingat utang negara sudah melebihi angka Rp10 ribu triliun, banyak orang mengkhawatirkan apakah ini merupakan langkah yang bijaksana dan berkelanjutan, atau malah akan memberi beban besar kepada generasi mendatang.
Pada situasi tersebut, spekulasi tentang pensiunnya pasti akan menimbulkan ketertarikan. Bila hal itu memang terwujud, konsekuensinya bagi dunia finansial dapat sangat besar. Keyakinan para pemodal mungkin goyah, kurs dolar bisa merosot, sementara indikator bursa memiliki potensi untuk mengalami fluktuasi tambahan.
Bukan hanya itu saja, keadaan politik yang tak menentu dapat memperparah situasi ekonomi yang telah dihadapkan pada banyak hambatan. Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah perlu bertindak dengan sigap guna mempertahankan keseimbangan demi mencegah spekulasi menjadi semakin ganas dan berisiko menyebabkan gangguan stabil yang bahkan lebih serius lagi.
Antara Pujian dan Kritik
Opini tentang Sri Mulyani tentunya bervariasi. Di satu sisi, dia dikenal karena kemahirannya dalam bidang teknis dan kapabilitasnya untuk menavigasi kebijakan perpajakan dengan ketat. Dengan pengalamannya sebagai Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, reputasinya di kancah global tak bisa disepelekan.
Dalam berbagai kesempatan, ia berhasil menjaga defisit anggaran dalam batas wajar dan menjaga rating utang Indonesia tetap stabil di mata lembaga pemeringkat global seperti Moody’s, S&P, dan Fitch Ratings.
Selama periode pandemic, misalnya, program stimulus ekonominya dianggap efektif dalam mengurangi dampak dari krisis dan mempercepat proses pulihnya perekonomian. Beberapa bentuk dukungan seperti bantuan uang tunai langsung (BLT), subsidi upah, serta penghapusan sementara beban pajak untuk sektor bisnis turut membantu kelangsungan hidup masyarakat dan perusahaan.
Akan tetapi, dari sudut pandangan lain, kritik tentang ukuran hutang yang dikelolanya tidak dapat disepelekan. Berbagai ahli ekonomi menyatakan keprihatinan mereka bahwa peningkatan hutang perlu disertai dengan kebijakan fiskal yang lebih berhati-hati agar dapat mencegah krisis di kemudian hari.
Mengingat hal tersebut, pertanyaannya adalah: Apakah tindakan ini sebenarnya merupakan pendekatan strategis, atau malahan akan menyulitkan ekonomi di masa mendatang? Diskusi tentang masalah ini terus berlanjut, dan penghentian proyek pada titik ini pastinya membawa banyak keraguan berkaitan dengan kewajiban dari keputusan-keputusan yang sudah dibuat.
Salah satu kritikan yang timbul berkisar tentang manajemen pajak dan anggaran negara. Walaupun pendapatan negara telah naik dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih ada banyak kebocoran serta ketidakefektifan yang diulas, terlebih lagi dalam hal-hal seperti proyek-proyek infrastruktural skala besar yang memerlukan pinjaman asing untuk pembiayanya.
Ini menimbulkan diskusi tentang apakah kebijakan ekonomi yang diterapkan memang memberikan manfaat dalam jangka panjang atau malah mengakibatkan kenaikan bebannya anggaran negara yang akan sulit dibebaskan di kemudian hari.
Pengaruh Penarikan Diri terhadap Perekonomian di Indonesia
Apabila Sri Mulyani memang secara resmi mengundurkan diri, hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang sosok pengganti yang tepat. Sebagai seorang Menteri Keuangan bertugas untuk merencanakan dan mengawasi anggaran nasional, serta turut berperan sebagai simbol kepercayaan di mata para investor dan pemain pasar internasional.
Figur yang akan menggantikannya perlu mempunyai reputasi kuat serta pengetahuan luas tentang kebijakan pajak dan uang supaya tak menciptakan goncangan pada dunia finansial.
Pasaran modal di Indonesia cukup peka terhadap pergantian dalam tim ekonomi kabinet. Pengunduran diri seorang menteri keuangan dapat mengakibatkan respons negatif di bursa saham serta menurunkan nilai tukar rupiah. Terlebih lagi setelah insiden penghentian perdagangan atau trading halt yang berlangsung pada tanggal 18 Maret kemarin.
Hal ini sudah pernah terjadi sebelumnya, misalnya saat mundurnya Menkeu Chatib Basri di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyebabkan ketidakpastian sementara di pasar keuangan.
Bukan hanya itu saja, keluar dari situasi saat ini ketika perekonomian belum stabilize dapat memperparah persepsi dunia tentang Indonesia. Sekarang, berbagai negara sedang bertemu dengan hambatan ekonomi disebabkan oleh inflasi global, tingginya tingkat suku bunga, dan risiko resesi muncul.
Apabila Indonesia tampaknya kurang jelas dalam keputusan ekonomi, para investor luar negeri mungkin akan mengalihkan dana mereka dan bersabar hingga ada kejelasan lebih lanjut sebelum mempertimbangkan untuk berinvestasi lagi.
Prospek Kebijakan Perpajakan di Indonesia Masa Mendatang
Tidak peduli apakah rumor tersebut benar atau salah, satu poin yang jelas adalah: kebijakan perpajakan di Indonesia harus terus ditangani dengan teliti.
Hutang yang besar tentunya tidak hanya salah satu orang saja, namun merupakan hasil dari banyaknya keputusan jangka panjang yang harus diperiksa dengan baik. Hal utama yang kita butuhkan sekarang adalah tak sekadar memiliki pemimpin terpercaya, tapi juga perencanaan ekonomi yang jujur, tepat sasaran, serta mendukung kemajuan masyarakat.
Secara keseluruhan, pihak berwenang perlu menjamin bahwa pendekatan manajemen hutang dijalankan dengan hati-hati serta tidak sepenuhnya bertumpu pada kredit asing. Di samping itu, reformasi sistem perpajakan wajib dipertegas sehingga pendapatan publik dapat naik secara signifikan dan penyesuaian atas ketergantungan terhadap utang bisa dicapai.
Di samping itu, pengeluaran pemerintah perlu difokuskan pada bidang-bidang produksi yang mampu menghasilkan efek berganda terhadap ekonomi, antara lain infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan.
Tentu saja masyarakat menantikan bahwa orang-orang dalam posisi pemerintahan akan membuat keputusan terbaik untuk negeri ini. Pada dasarnya, hal utama bukanlah siapa pemimpinnya melainkan sejauh mana kebijakan mereka bisa membawa Indonesia menuju kemajuan, stabilitas, serta kesejahteraan yang lebih baik.
Dalam keadaan tidak menentu saat ini, ada satu hal yang jelas: ekonomi merupakan tanggung jawab bersama. Setiap bagian, termasuk pemerintahan, sektor bisnis, serta publik, perlu terlibat secara proaktif untuk memelihara keseimbangan dan merangsang perkembangan yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, tidak peduli siapa yang menjabat sebagai Menteri Keuangan, keputusan yang dibuat akan selalu mengutamakan kepentingan negara serta kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Penulis: Merza Gamal (Ahli Sosiologi dan Ekonomi Syariah)